BAB I
PENDAHULUAN
Matematika diakui penting, tetapi sulit dipelajari. Maka tidak jarang murid yang asalnya menyenangi pelajaran matematika, beberapa bulan kemudian menjadi tidak acuh sikapnya. Mungkin, salah satu penyebabnya adalah cara mengajar guru tidak cocok baginya. Guru hanya mengajar dengan satu metode yang kebetulan tidak cocok dan sukar dimengerti oleh siswa.
Dalam kurikulum 1975, demikian juga kurikulum 1984, untuk bidang studi matematika, guru diminta agar tidak mendominasikan kelas dan pengajaan supaya berpusat pada anak. Murid supaya aktif, gembira dan senang belajar maematika. Namun, di lain pihak guru harus pula memperhatikan apakah metode yang sesuai dengan tuntutan itu penerapannya sudah efektif dan efisien. Sebab, waktu yang disediakan untuk bidang studi matematika hanya enam jam perminggu, sedang bahan yang harus diselesaikan sudah ditetapkan . kecuali itu harus pula diperhatikan kesiapan mental murid agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dikehendaki sesuai dengan tujuan-tujuan instruksional.
Di bawah ini akan dijabarkan bermacam-macam metode pengajaran yang bisa digunakan. Tiap metode tidak berdiri sendiri tanpa terlibatnya metode lain. Misalnya, pada metode ekspositori terlibat ceramah dan tanya jawab. Masing-masing metode mempunyai kekuatan (kebaikan, keunggulan) dan kelemahan (kekurangan). Pemilihan kombinasi metode mengajar yang tepat lebih meningkatkan hasil proses belajar-mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metodik dalam Pembelajaran Matematika
1. Metode Ceramah
Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi yang terjadi searah dari pembicaraan kepada pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan dan pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.
Metode ceramah merupakan metode pengajaran yang paling banyak dipakai, terutama untuk bidang studi non ekstra. Hal ini mungkin dianggap oleh guru sebagai metode mengajar yang paling mudah dilaksanakan. Kalau bahan pelajaran dikuasai dan sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal menyajikannya di depan kelas. Murid-murid memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat catatan.
Gambaran pengajaran matematika dengan pendekatan cermah adalah sebagai berikut. Guru mendominasi kegiatan belajar mengajar. Definisi dan rumusnya diberikan. Penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru. Diberitahukannya apa yang harus dikerjakan dan bagaimana menyimpulkannya. Contoh-contoh soal diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh murid. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelasaian yang dilakukan oleh guru. Para pendukung dan pengeritik metode ceramah, antara lain, mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
Kekuatannya :
a. Dapat menampung dalam kelas yang besar
b. Konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa
c. Guru dapat menyampaikan poin-poin secara langsung , hingga waktu dapat digunakan dengan sebaiknya
d. Pembelajaran dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah
e. Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.
Kelemahannya :
a. Pelajaran berjalan membosankan murid-murid menjadi pasif
b. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan
c. Pengetahuan yang diperoleh melaui ceramah lebih cepat terlupakan
d. Perhatian yang mencabang
e. Kurang perhatian atau monoton
f. Kekacauan penafsiran disebabkan berbedanya daya tangkap murid
Matematika merupakan ilmu yang memerlukan prasyarat untuk dapat dimengerti. Karena itu kalau akan menggunakan metode ceramah untuk mengajarkan matematika, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
a. Metode ceramah perlu dipakai, jika :
i. Bertujuan untuk memberikan informasi
ii. Materi yang disajikan belum ada dalam sumber-sumber lain
iii. Materi sajian telah disesuiakan dengan kemampuan kelompok yang akan menerimanya
iv. Materinya menarik atau dibuat menarik
v. Setelah ceramah selesai diadakan cara lain untuk pengendapan agar lebih lama diingat
b. Metode ceramah tidak dipakai,bila :
i. Tujuan intruksionalnya bukan hanya memberikan informasi, tetapi misalnya agar murid kreatif, terampil, atau menyangkut aspek kognitif yang lebih tinggi.
ii. Diperlukan ingatan yang tahan lama
iii. Diperlukan partisipasi aktif dari murid untuk mencapai tujuan instruksional
iv. Kemampuan kelas lebih rendah
2. Metode Ekspositori
Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode eskpositori dominasi guru banyak berkurang. Karena tidak terus menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Murid tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Guru dapat memeriksa pekerjaaan murid secara individual, menejelaskan lagi kepada murid secara individual atau klasikal. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode ekspositori murid belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Murid mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis.
Melihat perbedaan-perbedaan di atas, cara mengerjakan matematika yang pada umunya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai menggunakan metode ekspositori daripada ceramah. Yang biasa dinamakan mengajar matematika dengan metode ceramah (seperti yang tercantum dalam satuan pelajaran) menurut penjelasan di atas sebenarnya adalah metode eskpositori, sebab guru memberikan soal-soal latihan untuk dikerjakan murid di kelas.
Beberapa hasil penelitian (di Amerika Serikat) menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Demikian pula keyakinan sementara ahli teori belajar mengajar, David P.Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.
Ausubel membedakan belajar menjadi :
a. Belajar dengan menerima (reception learning), dan
b. Belajar melalui penemuan (discovery learning)
Kalau materi yang disajikan kepada murid lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan, maka cara belajar murid dikatakan belajar menerima.
Misalnya luas segitiga diberikan lengkap sampai rumus . Pada belajar dengan penemuan, bentuk akhir yang berupa rumus, pola atau aturan itu harus ditemukan sendiri oleh murid. Proses penemuannya dapat dilakukannya sendiri atau dapat pula dengan bimbingan.
Belajar dibedakan pula menjadi :
a. Belajar dengan menghafal (rote learning). dan
b. Belajar dengan pengertian (meaningful learning)
3. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi sejenis dengan metode ceramah dan metode ekpositori. Kegiatan belajar mengajar berpusat pada guru atu guru mendominasi kegiatan belajar mengajar. Tetapi pada metode demonstrasi aktivitas murid lebih banyak lagi dilibatkan . Dengan demikian dominasi guru lebih berkurang lagi.
Ciri khas metode demonstrasi tampak dari adanya penonjolan mengenai suatu kemampuan, misalnya kemampuan guru membuktikan teorema, menurunkan rumus atau memecahkan soal cerita. Sedangkan yang berhubungan dengan penggunaan alat, misalnya pemakaian sepasang segitiga untuk menggambarkan dua garis sejajar atau saling tegak lurus, jangka, dan segitiga untuk membuat lukisan-lukisan geometri, penggunaan daftar, missal hitung, atau kalkulator untuk melakukan perhitungan-perhitungan.
Setelah demonstrasi selesai, apakah itu dilakukan oleh guru atau oleh murid, hendaknya disusul dengan kegiatan diskusi. Dalam diskusi ini dapat diberikan atau diminta komentar, kritik, saran, atau penjelasan yang berhubungan dengan demonstrasi yang dilakukan. Diskusi ini penting terutama jika demonstrasi dilakukan oleh murid.
4. Metode Drill dan Metode Latihan
Banyak alat yang dapat membantu orang untuk dapat berhitung cepat den cermat. Daftar kuadrat, daftar akar-akar, dekak-dekak, dan kalkulator misalnya. Tetapi berhitung cepat dan cermat tanpa alat di sekolah tetap diperlukan. Karena itu dalam kegiatan belajar ini akan dibicarakan pula metode drill dan metode latihan. Dalam banyak hal kata drill dan latihan merupakan sinonim. Namun di sini kedua kata itu akan dibedakan artinya.
Sesudah murid memahami penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan bulat positif sampai 100, akhirnya mereka dituntut untuk dapat mengerjaknannya dengan cepat dan cermat. Kemampuan mengenai fakta-fakta dasar berhitung ini tergantung pada ingatan. Cepat mengingat, kemampuan mengingat kembali dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat lisan merupakan hal-hal yang perlu untuk hafal. Kemampuan-kemampuan demikian merupakan tujuan-tujuan metode drill.
Lain halnya dengan kemampuan untuk cepat dan cermat menyelesaikan soal seperti :
Kemampuan yang diperlukan untuk menyelesaikannya dengan cepat dan cermat tidak diperoleh dengan metode drill. Kecuali hafal fakta-fakta dasar berhitung, diperlukan pula hafal dan terampil menggunakan laogaritma berhitung, dan jika dilakukan tanpa kesalahan akan menghasilkan jawaban yang benar untuk sebuah soal.
Misalnya alogaritma menentukan akar hingga satu tempat desimal.
Untuk menentukan akar kuadrat sampai satu tempat decimal digunakan prosedur demikian. Prosedur yang pasti dan tetap ini disebut alogaritma menarik akar (kuadrat) yang merupakan salah satu dari alogaritma berhitung.
Dalam matematika terdapat banyak prosedur pengerjaan yang pasti dan tetap seperti alogaritma berhitung. Misalnya, dalam aljabar untuk menetukan hasil dari pemangkatan
Sebagai penerapan rumus-rumusnya. Demikian pula prosedur pemfaktoran bentuk :
Dalam geometri misalnya cara melukis garis-garis istimewa dalam segitiga ditentukan oleh tiga buah unsurnya.
Hafal alogaritma dan prosedur matematika serta cepat dan cermat menggunakannya merupakan tujuan dari metode latihan dalam pengajaran matematika, sedangkan tujuan dari metode drill adalah agar siswa hafal dan cepat dalam fakta-fakta matematika.
5. Metode Tanya Jawab
Umumnya pada tiap kegiatan belajar mengajar selalu ada tuanya jawab. Namun, tidak pada setiap kegiatan belajar mengajar dapat disebut menggunakan metode tanya jawab. Misalnya dalam pengajaran dengan metode ekspositori guru mengajukan pertanyaan dan murid memeberikan jawaban. Cara mengajar ini tidak dapat disebut menggunakan metode tanya jawab, walaupun sering terjadi tanya jawab.
Suatu pengajaran disajikan melalui tanya jawab jika bahan pelajaran disajikan melaui tanya jawab. Dengan metode ini siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar dengan metode ekspositori. Sebab, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru harus mereka jawab. Atau mungkin mereka balik bertanya jika ada sesuatu yang tidak jelas beginya. Meskipun aktivitas siswa makin besar, namun kegiatan dan materi pengajaran masih ditentukan menurut keinginan guru.
Untuk menghindari keadaan semacam itu, agar siswa katif mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan metode tanya jawab, guru hendaknya berlaku sebagai berikut :
a. Menghargai jawaban, pertanyaan, keluhan atau tindakan siswa bagaimanapun jelek mutunya. Misalnya, ketika kelas sedang membuat soal latihan pemfaktoran bentuk ada seorang anak yang menggangu temannya dengan pertanyaan bagaimana caranya untuk mengubah suku tiga itu menjadi suku empat yang diperlukan. Manakah dari pertanyaan berikut sebaiknya diajukan.
“ kamu masih juga belum dapat mengerjakan soal sederhana itu ? atau bagus, kamu bertanya sekarang. Kalau tidak, kamu akan mendapat kesukaran dalam pemfaktoran bentuk ax2+bx+c, penyelesaian persamaan dan pertidaksamaan kuadrat.
b. Menerima siswa lalu memeriksanya dengan mengajukan pertanyaan.
Misalnya, siswa mengerjakan pemfaktoran x2-x-6 = (x+3)(x-2)
Pertanyaan diajukan tanpa meyalahkan terlebih dahulu
“Bagaimana caranya kau peroleh hasil itu ? Coba terangkan
Walaupun jawaban yang diberikan betul, guru bisa memeriksa cara siswa mengerjakannya. Coba jelaskan bagiamana itu kau peroleh ? Atau coba perlihatkan cara mengerjakannya. Suruhan atau pertanyaan seperti ini beguna untuk memeriksa apakah proses pengerjaan atau berpikir siswa betul. Jika salah dapat segera dibetulkan.
c. Mengajukan pertanyaan yang tinggi tarafnya dan lebih bermutu. Misal :
- Benarkah ini ?
- Apakah jawaban ini benar ?
- Mengapa jawabannya demikian ?
- Begaimana cara kau peroleh jawaban itu ?
- Dari mana itu dapat kau peroleh ?
- Bilamana hal itu terjadi ?
Pertanyaan yang jawabannya hanya “Ya”, Tidak, Benar, Salah, Dapat.tidak mungkin dan yang sejenisnya digolongkan kepada pertanyaan yang kurang bermutu. Jawaban-jawabannya tidak menyimpulkan pengertian, proses kerja atau proses berpikir. Pada contoh di atas, pertanyaan pertama merupakan pertanyaan yang bermutu.
6. Metode Penemuan
Dalam pengajaran matematika yang umumnya bisa dilaksanakan, siswa menerima bahan pelajaran melalui informasi yang disampaikan oleh guru. Cara mengajar informative ini dapat terjadi dengan menggunakan metode ceramah, ekspositori, demonstrasi, tanya jawab atau metode mengajar lainnya. Pada cara ini materi ini disampaikan hingga bentuk akhir, sedangkan cara belajar siswa merupakan belajar dengan menerima (reception learning). misalnya, sifat komutatif perkalian disampaikan sebagai berikut :
2 x 3 = 6
3 x 3 = 6
Maka 2 x 3 = 3 x 2
Hasil kedua bilangan adalah sama, jika urutannya dipertukarkan. Secara umum dikatakan : Untuk setiap dua bilangan a dan b berlaku ab=ba
Saat ini disebut sifat penukaran (komutatif) untuk perkalian.
Siswa mengetahui sifat komutatif perakalian hingga bentuk akhir, yang dinyatakan dengan ab=ba, karena diberitahu oleh guru. Lain halnya jika guru mengerjakannya dengan menggunakan metode temuan (discovery).
Kata penemuan sebagai metode megajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Dalam belajarnya ini menemukan sendiri sesuatu hal yang baru. Ini tidak berarti hal yang ditemukannya itu benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh orang lain. Berbeda halnya dengan Descrates dulu ketika mula-mula merintis geometri analitik. Ia adalah orang pertama yang menemukan sesuatu yang baru, yaitu kaitan antara aljbardan geometri dengan ditemukannya sistem koordinat. Kalau seorang anak SD sekarang dalam kegiatan belajarnya berhasil memenukan sendiri bentuk persamaan linier dari garis lurus yang menemui titik-titik tertentu dalam bidang koordinat, ia pun telah menemukan sesuatu yang baru. Tetapi baru di sini adalah baru bagi dirinya saja, karena hal itu sudah dikenal orang.
Cara belajar dengan menemukan (discovery learning) ini tidak merupakan cara belajar yang baru. Cara belajar melalui penemuan sudah digunakan puluhan abad yang lalu dan Socrates dianggap orang sebagai pemula yang menggunakan metode ini.
Untuk merencanakan pengajaran dengan penemuan hendaknya diperhatikan bahwa :
1. Aktivitas siswa untuk belajar sendiri sangat berpengaruh
2. Hasil (bentuk) akhir yang harus ditemukan sendiri oleh siswa
3. Prasyarat-prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki siswa
4. Guru hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing saja, bukan pemberitahuan.
Beberapa kekuatan dan kelemahan dari metode penemuan adalah sebagai berikut :
Kekuatannya :
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar. Sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir
2. Siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat
3. Menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.
4. Siswa yang memeproleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks
5. Metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri
Kelemahannya :
1. Metode ini banyak menyita waktu. Juga tidak menjamin siswa tetap bersemangat mencari penemuan-penemuan
2. Tidak tipa guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan cara penemuan. Kecuali tugas guru sekarang cukup berat
3. Tidak semua anak mampu melakukan penemuan. Apabila bimbingan guru tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa, ini dapat merusak struktur pengetahuannya. Juga bimbingan yang terlalu banyak dapat mematikan inisiatifnya.
4. Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan topic
5. Kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode penemuan.
7. Metode Inkuiri
Metode inkuiri adalah metode memgajar yang paling mirip dengan metode penemuan. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut :
Mengajar dengan penemuan biasanya dilakukan dengan ekspositori dalam kelompok kecil (di Laboratorium, bemgkel, atau kelas). Tetapi mengajar dengan metode inkuiri dapat dilakukan melalui ekspositori, kelaompok dan secara sendiri-sendiri. Dalam metode penemuan hasil akhir yang harus ditemukan siswa merupakan suatu yang baru bagi dirinya, tetapi sudah diketahui oleh guru. Tetapi dalam inkuiri hal yang baru itu juga belum dapat diketahui oleh guru. Dalam metode ini selain sebagai pengarah dan pembimbing, guru menjadi sumber informasi data yang diperlukan, siswa masih harus mengumpulkan informasi tambahan, membuat hipotesis dan mengujinya. Dalam metode penemuan siswa diharapkan menemukan sesuatu yang penting. Hasilnya adalah nomor dua.
Sebuah contoh pengajaran penemuan dalam geometri adalah menarik jarak antara dua garis sejajar. Sejenis dengan ini, dalam inkuiri adalah menarik jarak antara dua garis yang bersilangan sembarang dalam ruang. Contoh-contoh topic lainnya untuk inkuiri adalah menentukan kepadatan lalu lintas di suatu perempatan, menentukan air yang terbuang percuma dari kran ledeng yang rusak, menentukan banyak air dari suatu aliran sungai.
Sebuah tujuan mengajar dengan inkuiri adalah agar siswa tahu dan belajar metode ilmiah dengan inkuiri dan mampu mentransfernya ke dalam situasi lain. Metode ini terdiri atas empat tahap.
1. Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, dan teka-teki
2. Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menetukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan, dan masalah.
3. Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
8. Metode Permainan
Seorang guru menyampaikan pertanyaan berikut kepada murid-muridnya.
“Sepuluh ekor burung bertengger pada kawat telpon. Datanglah seorang pemburu lalu ditembaknya burung-burung itu. Sekali tembak kena lima ekor. Berapa burung dibawa pulang oleh pemburu itu ?
Bagaimana jawabannya ? Mungkin seorang murid menjawab “ Lima “. Alasannya adalah hanya lima ekor burung itu saja yang kena tembak. Murid lain mengatakan tidak ada dengan alasan yang kena tembak hanya ekornya saja. Masih banyak jawaban lain dan semua beralasan pula.
Guru lain menyuruh tiap mutrid menuliskan hitungan sesuai dengan suruhannya tanpa ,mengatakan apa yang dihitung. Suruhan tersebut adalah demikian :
Tulislah bilangan banyak adikmu
Tambah itu dengan tiga
Kalikan dua
Sekali lagi, kalikan enam
Sekarang, bagi empat
Terakhir, kurangi delapan
Kemudian guru bertanya kepada Andi
Guru : berapa hasil yang kau peroleh ?
Andi : Sepuluh
Guru : jadi adikmu tiga orang, bukan ?
Andi : ya, bu
Semua anak menyebutkan hasil akhir hitungannya dapat ditebak dengan benar banyak adik oleh masing-masing guru.
Kedua contoh di atas merupakan permainan. Hal seperti itu disenangi anak-anak. Yang pertama jawabnya bermacam-macam. asal alasannya dapat diterima. Yang kedua juga dapat berbeda-beda, tergantung dari hasil bilangan perhitungan yang diperoleh anak-anak.
Dalam pengajaran matematika pengajaran matematika, contoh pertama tidak disebut permainan matematika. Macam ini hanya digolongkan kepada teka teki saja. Sedang yang kedua disebut permainan matematika.
Permainan matematika adalah suatu kegiatan yang menggembirakan yang dapat menunjang tercapaianya tujuan instruksional pengamatan matematika. Tujuan ini dapat menyangkut aspek kognitif, psikomotorik, atau efektif.
Walaupun permainan matematika menyenangkan, penggunaannya harus dibatasi , tidak dilaksanakan seingatnya saja. Barangkali sekali-kali dapat juga diberikan untuk mengisi waktu, mengubah suasana “tekanan tinggi”, menimbulkan minat, dan sejenisnya. Seharusnya direncanakan dengan tujuan instruksional yang jelas, tepat penggunannya dan tepat pula waktunya.
Metode permainan sama seperti metode-metode mengajar lain memerlukan perumusan tujuan isntriksional yang jelas, penilaian topic atau subtopic, perincian kegiatan belajar mengajar, dan lain-lainnya. Sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap penggunaan keberhasilan penggunaan tiap permainan diberikan untuk keperluan selanjutnya. Apakah efektif atau hanya menghamburkan waktu saja. Selanjutnya hindari permainan yang hanya bersifat teka-teki atau yang tidak ada nilai matematikanya.
Kelemahan lainnya dari metode ini di antaranya adalah :
1. Tidak semua topic dapat disajikan melalui permainan
2. Memerlukan banyak waktu
3. Penentuan kalah menang dan bayar membayar dapat berdampak negatif. Mungkin juga terjadi pertengkaran.
4. Menganggu ketenangan belajar di kelas lain
9. Metode Pemberian Tugas
Metode ini disebut cukup dengan metode tugas. Tuga yang paling sering diberikan dalam pengajaran matematika adalah pekerjaan rumah yang diartikan sebagai latihan menyelesaikan soal-soal. Kecuali ini dapat pula menyuruh murid-murid mempelajari lebih dahulu topic yang akan dibahas, menyuruh mencari bukti lain dari sebuah teorema, menyuruh membaca sejarah perkembangan geometri pada zaman mesir purba, dan lain-lain.
Metode tugas mengisyaratkan adanya pemberian tugas dan adanya pertanggungjawaban murid. Tugas ini dapat berbentuk suruhan-suruhan guru seprti contoh-contoh di atas. Tetapi dapat pula timbul atas inisiatif murid setelah disetujui oleh guru. Hasilnya dapat lisan atau tulisan.
Cara menilai hasil tugas tertulis kadang-kadang menimbulkan kesukaran. Bagaimana memberi nilai kepada seorang murid jika ia bekerja dalam kelompok ? Ataukah hanya tercantum namanya saja sebagai anggota kelompok ? Jika laporan tertulis dibuat oleh tiap murid, apakah kita akan menilai prestasi seorang murid begitu saja berdasarkan hasil yang diserahkannya ? Mungkin tulisannya benar tulisan murid itu sendiri, tetapi tidak tertutup kemungkinan apa yang ditulisnya adalah hasil pekerjaan temannya atau orang lain. Agar penilaian lebih objektif dan menimbulkan rasa tanggungjawab, perlu dicek dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai hasil pekerjaan yang dikumpulkan.
Maksud pemberian soal-soal –pekerjaan rumah adalah agar murid terampil menyelesaikan soal, lebih memahami, dan mendalami pelajaran yang diberikan di sekolah. Selain itu juga agar murid biasa belajar sendiri, menumbuhan rasa tanggungjawab, dan sikap positif terhadap matematika. Karena itu janganlah memberi tugas yang terlalu sukar sehingga murid tidak mempunyai waktu untuk melakukan tugas lain dari sekolah atau kegiatan lain di luar sekolah. Juga jangan memberikan soal terlalu banyak, walaupun mudah. Sering memberikan soal-soal yang banyak dan sukar dapat mengakibatkan murid putus asa. Komposisi soal hendaknya terdiri atas yabg mudah, sedang, sukar dan tidak terlalu banyak. memberikan tugas yang berlebihan tidak akan menimbulkan sika-sikap yang positif, malah mungkin menjadi sebaliknya.
Kecuali tugas menyelesaikan soal-soal. Dapat pula diberikan tugas membuat atau merancang model-model, alat-alat, atau permainan yang berhubungan dengan pelajaran matematika. Misalnya melalui membaca buku mengenai alat peraga atau permainan matematika, mereka dapat menghasilkan karya-karya tersebut. Berikan kesempatan untuk mendemostrasikan kepada teman-temannya dan simpanlah hasil karya itu di Labmat. Hal-hal seperti ini akan menimbulkan kepuasan instristik dan selanjutdnya sikap posifif terhadap pelajaran matematika.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode tidak berdiri sendiri tanpa terlibatnya metode lain. Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan dan bagaimana memilih kombinasi metode mengajar yang tepat dan dapat lebih meningkatkan hasil proses belajar mengajar.
Semua metode tidak ada yang tidak baik, semua baik tergantung siapa yang memakai, siapa yang menerima, di mana tempatnya, waktunya dan kalau digunakan dengan tepat maka akan menjadi metode yang baik. Selain itu, kesuksesan guru dalam penyampaian (metode yang digunakan) sangat tergantung pada kelancaran interkasi komunikasi antara guru dan murid. Sebaliknya, ketidaklancaran komunukasi membawa akibat terhadap pesan yang diberikan oleh guru tersebut. Untuk itu, tentu kita sebagai calon guru, bagaimana kita harus menggunakan metode atau trik-trik yang bagus dan sesuai untuk mencapai keberhasilan dan kepuasan dalam belajar.
Pesan => pendidik harus pandai bergaul dengan murid-muridnya, syarat-syaratnya sebagai berikut :
a. Pendidik harus penuh kasih saying
b. Tindakan pendidik harus timbul dari hati yang tulus ihklas
c. Anak-anak harus menaruh kepercayaan kepada pendidik
d. Pendidik harus mempunyai kekuasaan ( ,kepribadian terhadap anak-anak)
Semogan dengan metode-metode yang telah dijabarkan dapat digunakan dan dipraktekkan di kemudian hari demi tercapainya generasi yang berkualitas, unggul dan berpotensi dalam bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
TIM MKPBM, Jurusan Pendidikan Matematika, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung : JICA, 2001
Zain, Emma, dan Sati,Dt Djka, Rangkuman Ilmu Pendidikan (Metode Pendidikan), Jakarta : PT.Mutiara Sumber Widya, 1997
Asnawari, Media Belajar, Jakarta : Ciputat Pers, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar